SEKALI LAGI TENTANG ISLAM NUSANTARA
Ternyata masih banyak orang yang belum memahamai apa itu arti Islam nusantara, sehingga tidak heran kalua ada yang ngotot untuk memusnahkan islam nusantara, karena Islama itu hanya Islam saja tidak ada embel embel nusantara. Mereka mengira islam nusantara itu merupakan agama baru atau setidaknya merupakan aliran baru yang tidak sesuai dengan ajaran nabi Muhammad saw. Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang menjelaskan bahwa seharusnya bukan islama yang kemudian tunduk kepada tradisi, melainkan tradisi itulah yang harus tunduk kepada islam. Atau dengan kata lain seharusnya mengislamkan nusantara dan bukan menusantarakan islam.
Dengan perkembangan tersebut, ternyata persoalan islam nusantara menjadi serem dan sangat menakutkan kepada banyak pihak, seolah islam itu akan dinusantarakan sedemikian rupa sehingga akan berubah menjadi sosok yang berbeda dengan aslinya. Kalau memang islam nusantara seperti itu maka para ulama yang selama ini menjalankan islam nusantara, pasti sudah lebih dulu akan melarangnya, sebab mereka itu para ulama yang diketahui sebagai pihak yang mempunyai ilmu sangat luas dan pemahaman islam dengan penuh keramahan.
Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa Islam itu sangat luas, bukan sebuah agam yang sempit sehingga akan menyulitkan para pemeluknya untuk menjalankan ajarannya. Dengan demikian mestinya kita harus mampu membedakan antara inti dan substansi Islam dengan hal hal yang asesoris atau kulitnya saja. Dengan begitu harus ada penafsiran yang luwes dalam memahami dan menjalankan ajaran Islam, sehingga tidak akan membetasi diri dengan begitu sempit, melainkan justru dapat menjadi rahmat bagi seluruh manusia dan bahkan alam semesta.
Bagaimana mungkin Islam mampu menjadikan diri sebagai rahmatan lil alamin, jika dalam pelaksanaan ajarannya sangat kaku dan sempit. Lalu bagaimana manusia yang tidak mampu mengikuti ajaran yang sempit tersebut, padahal mereka harus hidup bersama dan bekomunikasi dengan banyak pihak yang berbeda beda latar belakang dan juga keyakinannya. Jutru dengan keluwesan yang ada dalam islam itulah akhirnya ajaran islam dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi serta lingkungan dimana islam itu berada.
Sudah semestinya Islam itu mampu menyelesaikan berbabai persoalan keumatan yang terjadi, bukan malah menghindarkan diri daro persoalan tersebut. Nah, kalua islam itu dimakani sempit, maka suatu ketika pasti akan berbenturan dengan persoalan, dan jika demikian, maka islam tidak mampu menjadi solusi, melainkan malah akan menghambat persoalan umat. Tentu kita tidak sepakat bahwa kalua ada persoalan keumatan, lalu islam harus mundur karena tidak mampu menjawab dan mencarikan solusinya. Sebagai agama yang kopmplit dan membawa misi rahmat bagai sekalian alam, tentu islam harus mampu mencarikan solusi atas smeua masslah yanag timbul.
Para ulama zaman dahulu, utamanya para walisongo yang menyebarkana agama islam di nusantara, tentu lebih arif dan bijaksana ketika kemudian mereka mengaplikasikan ajaran islam di tengah tengah masyarakat yang berbeda dengan masyarakat negara lain. Merka kemudian menemukan cara yang sangat bijak dan kemudian menreapkan ajaran Islam tersebut dengan memakai cara yang mudah dilakukan oleh masyarakat. Memang kalua rujukan kita hanya kitab fiqh yang disusun oleh ulama timur tengah saja, maka kita akan tampka berbeda dan sesungguhyanya hal tersebut sangat wajar karena perbedaan lingkungan dan waktu.
Para ulama zaman dahulu, yakni para ulama madzhab yang mengerahkan segala tenaga dan dayanya untuk merumuskan hokum islam yang aplikatif bagi masyarakat juga paham bahwa tidak semua rumusan hokum islam atau fiqh tersebut harus seragam, karena untuk mengaplikasikan hokum islam itu diperlukan penyesuaian dengan kondisi dan situasi, sehingga akan terasa mudah bagi umat dalam melaksanakannya. Memang akan lain halnya dengan syariat yanag tidak berubah di manapun dan kapan pun, seperti kewajiban menjalankan shalat lima waktu, berpuasa ramadlan zakat dan lainnya.
Sementara itu untuk pelaksanaan hokum taklifi, tentu tidak mungkin akan selalu sama bagi siapapun dan di manapun, melainkan smeuanya harus disesuaikan dengan kondisi masing masing orang dan juga wilayah. Nah, karena itu islam nusantara sesungguhnya merupakan bentu fiqh bagi masyarakat nusantara yang memang berbeda sdengan masyarakat lainnya di belahan dunia.
Dengan begitu sangat mungkin pelaksanaan islam di nusantara ini akan berbeda, semisal dalam hal penggunaaan berbagai sarana yang ada dan sudah biasa digunakan oleh umat sebelum islam datang, lalu beberapa tradisi dan kebiasaan masyarakat yang tetap dipertahankan, bukan untuk memasukkan unsur di luar islam me njadi unsur islam, melankan semata mata hanya untuk menjadi sarana dan kemudian diisi dengan ajaran islam yang di dapatkan dari kitab suci dan juga hadis Nabi.
Jika dalam berbagai riwayat kita tidak mendapai bahwa Nabi bersama para sahabatnya tidak pernah terdengar pengucapan niat ketika menjalankan shalat, namun untuk meberikan keyakinan dan konsentrasi kepada umat, lalu niat tersebut diucapkan pada lisan, maka itu bukanlah bentuk penyimpangan, melainkan hanya sebagai bentuk memudahkan dan menjelaskna bagi umat di nusantara. Demikian juga jika tidak ditemukan riwayat yang menyatakan bahwa sebelum jamaah shalat, para sahabat tidak pernah membaca pujia pujian atau shalawatan atau baca alquran, namun dalam tradisi di nusantara sangat bagus jika sebelum shalat jamaah sambal menunggu umat lainnya, lalu dibaca shalawat atau alquran dan sejenisnya.
Demikian juga bentuk amalan amalan lainnya yang dijalankan oleh umat muslim, seeprti yasinan, tahlilan, manaqiban, shalawatan dan lainnya, semua itu tentu untuk menambah amalan baik bagi mereka. Kalaupun pada zaman Nabi tidak ada kegiatan yang semacam itu, namun kegiatan membaca bacaan baik tersebut tentu menjadi sangat bagus bagi umat ketimbanga hanya diam saja atau bahkan malah mengobrol yang tidak tidak. Tentu masih banyak lagi amalan umat muslin di nusantara ini yang sangat baik untuk dilestarikan, meskipun hal tersebut dahulu tidak pernah dilakukan oleh para sahabit.
Penggunaan bedug, kentongan yang sudah mentradisi sebagai alat untuk mengumpulkan masyarakat, lalu dilestarikan dalam memanggil masyarakat untuk shalat, disamping adzan tentunya, sudah barang tentu tidak menyalahi syariat. Kegiatan lainnya yang biasa dilakukan oleh umat dalam kaitannya dengan menjalankan ajaran islam atau fiqh tentu sudah diketahui oleh para uulama yang sangat luas ilmunya dan mereka tidak mempermasalahkannya, asalkan kemudiana tidak menyimpang secara akidah.
Jika kita terbuka dalam menilai pihak lain dan kemudian berusaha untuk memahaminya sedemikian upa, tentu tidak akan pernah menyalahkan atau menganggap salah atau bahkan sesat kepada para muslim nusantara yang mengamalkan ajaran agamanya sesuai dengan kondisi Indonesia. Fiqh yang disusun oleh para ulama zaman dulu di Tu=imur tengah juga pasti dengan mempertimbankan kondisi timur tengah dan masyarakatnya. Sebab fiqitu disusun agar masyarakat mudah mengamalkan ajaran agamanya, sesuai dengan kondisi riil di lingkungannya.
Kita harus mampu membedakan antara hokum islam atau fiqh yang selelau berubah menyesuaikan diri dengan waktu dan lingkungan dengan syariat yang tidak pernah berubah untuk selamanya. Dengan keluasan ilmu pengetahuan dan dengan niat yang tulus, insya Allah smeua pihak akan mampu memahami islam nusantara dengan baik dan kemudian tidak akan menyangkalnya dana pa lagi menganggapnya sebagai kesesatan yang harus diberantas.