PUASA ARAFAH
Sesuai dengan perhitungan kalender Hijriyah dan juga berdasarkan hasil rukyah yang dilakukan oleh pihak terkait, telah ditetapkan oleh pemerintah bahwa hari raya Idul Adlha tahun ini akan jatuh pada hari Kamis tanggal 24 September 2015. Itu berarti sehari sebelumnya, yakni Rabu dinamakan sebagai hari Arafah, yang kebetulan penghitungan oleh kerajaan Arab Saudi juga sama dengan Indonesia sehingga pada saat itu umat muslim yang sedang menjalankan ibadah haji akan berwukuf di Arafah sebagai inti dari pelaksanaan haji itu sendiri.
Pada zaman Nabi Muhammad saw dan setelahnya, padang Arafah merupakan sebuah tempat yang sama sekali tidak ada pepohonan dan hanya tanah lapang belaka, sehingga pada saat siang hari dan matahari begitu teriknya, kita dapat membayangkan betapa panasnya berada di sana. Nah, sebagai solidaritas atas mereka yang sedang menjalankan ibadah haji dan wukuf di Arafah tersebut, kemudian Nabi Muhammad saw menganjurkan kepada umat yang tidak sedang menjalankan ibadah haji untuk berpuasa pada hari tersebut, yang kemudian disebut dengan puasa Arafah.
Namun demikian meskipun pada saat ini para umat islam yang sedang berwukuf tidak harus berpanas panas dan berhadapan dengan sinar matahari secara langsung, karena disediakan tenda untuk berlindung, namun berpuasa pada hari Arafah tersebut juga masih tetap disunnahkan bagi umat yang tidak sedeang menjalankan ibadah wukuf. Sebuah perintah berpuasa tersebut bukan lah perintah yang digantungkan dengan sebab, melainkan merupakan perintah saja, sehingga kondisi seperti apapun pada saat wukuf, puasa tersebut tetap masih disunnahkan.
Namanya saja puasa sunnah sehingga, siapapun yang menghendakinya maka dapat melaksanakannya dengan keyakinan kepada Allah bahwa puasa tersebut akan dapat memberikan efek baik bagi yang menjalaninya. Namun bagi yang tidak menghendakinya, juga tidak apa apa, asalkan tidak mencari cari alasan untuk mengajak pihak lain meninggalkan puasa tersebut, yang dianggap anjuran berpuasa sudah tidak berlaku lagi.
Terkadang kita ini sukanya mencari masalah yang sudah mapan, sementara yang sungguh sungguh menjadi masalah, malah ditinggalkan dan sama sekali tidak disentuh. Kebiasaan seperti itu tentu akan menyita energi kita hanya untuk hal hal yang tidak berguna, seharusnya energi kita tersebut kita manfaatkan untuk hal hal bermanfaat dan memajukan umat secara umum. Masih terlalu banyak persoalan di sekitar kita yang memerlukan penanganan kita, seperti bagaimana peduli lingkungan dan peduli pendidikan.
Persoalan lingkungan oleh sebagian diantara kita hanya dilihat sebelah mata, padahal oleh ajaran syariat agama kita sanhgat diperhatikan. Bahkan Tuhan saja sampai menyinggung tentang kerusakan yang ada di sekitar kita, baik di bumi maupun di lautan adalah disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri. Contoh yang paling mutakhir tentang hal tersebut ialah bagaimana ulah manusia yang membakar hutan untuk membuka lahan yang ternyata mengakibatkan kerugian sangat besar bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kita juga menyaksikan betapa orang membuang sampah di sembarang tempat dan juga di sungai, yang kemudian menyebabkan banjir dan merugikan banyak masyarakat. Kenapa kita tidak mengajarkan kepada masyarakat tentang peduli lingkungan?. Kalau lingkungan kita bersih, asri, dan sejuk, tentu akan sangat menyenangkan dan akan membuat setiap orang merasa kerasan berada di dalamnya. Itulah kiranya yang saat ini harus terus kita sampaikan dan sekaligus teladankan kepada masyarakat, dan bukan mencari masalah yang justru akan meresahkan umat.
Kita tentu menyesalkan terjadinya insiden di salah satu daerah di Jawa Tengah yang justru muncul dari seorang pendidik atau guru. Bukannya menjadi peneteram bagi masyarakat melalui muridnya, melainkan justru malah mempersoalkan hal hal sensitif yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat, dan diyakini sebagai sebuah ajaran yang mereka tradisikan. Sikap tidak sepakat dengan sebuah tradisi tertentu boleh saja dipegangi, namun bukan berarti kemudia harus mengumbarnya dan bahkan menyalahkannya sedemikian rupa hingga menyulut kemarahan pihak lain.
Demikian juga dengan persoalan Idul Adlha yang sampai saat ini sudah terbiasa terjadi perbedaan dalam merayakannya. Tidak seharusnya kita memperbesar persoalan perbedaan tersebut, karena semuanya didasarkan atas keyakinan masing masing. Justru yang terpenting dijaga ialah bagaimana mereka yang berbeda tersebut dapat saling menghormati dan bukannya saling menyalahkan. Kita sudah terlalu lelah dengan segala macam pertentangan yang hanya disebabkan oleh perbedaan tersebut, karena itu sudah saatnya diakhiri dengan sebuah pemahaman dan hati yang lapang.
Idul Adlha tahun ini pun juga rupanya berbeda antara kelompok tertentu dengan lainnya, sehingga penentuan hari Arafah juga pasti berbeda. Meskipun semua meyakini bahwa berpuasa pada hari raya Iadul Adlha maupun Idul fitri adalah haram, bahkan juga pada hari hari Tasyriq atau tiga hari setelah Idul Adlha, namun ketika terjadi perbedaan penentuan hari tersebut, sudah pasti ada perbedaan pelaksanaannya. Dengan demikian bagi yang merayakan Idul Adlha lebih dahulu, maka pada saat itu mereka dilarang berpuasa. Sedangkan yang pada hari tersebut masih dianggap sebagai hari Arafah, tentu mereka bahkan malah disunnahkan untuk berpuasa.
Disamping itu dalam ketentuan fiqih, para ulama juga menentukan bahwa sehari sebelum hari Arafah tersebut juga disunnahkan untuk berpuasa, yakni puasa hari Tarwiyah atau tepat pada tanggal 8 Dzul Hijjah. Bagi yang menghendakinya tentu sangat terpuji bilamana berpuasa pada hari tersebut. Puasa tersebut bukan saja hanya menghasilkan pahala sebagimana yang dipahami oleh umat pada saat ini, tetapi sesungguhnya sekaligus juga mengandung makna yang lebih banyak, seperti menjadi lebih sehat dan dapat memberikan tambahan hikmah, terutama bagi yang mau merenungkannya.
Meskipun ada sebuah riwayat yang menyatakan bahwa puasa itu sehat, tetapi masih banyak yang belum dapat merasakannya dan sekaligus masih meragukannya. Mereka tentunya berargumentasi dengan kasus tertentu yang menimpa pada sebagian orang, terutama bagi yang berpenyakit mag. Namun secara keseluruhan, kita dapat menyaksikan betapa pernyataan bahwa berpuasa tersebut sehat sangat benar dan terbukti secara nyata. Sebab yang merasakan seperti itu bukan hanya satu dua orang saja, melainkan banyak pihak, sehingga kebenaran pernyataan tersebut dapat dibuktikan.
Mengapa pada saat ini para ahli kesehatan menganjurkan untuk menata pola makan?. Itu sesunggunnya hanya merupakan bahasa lain dari berpuasa. Cuma bedanya kalau kita hanya mengatur dan mengubah pola makan, maka kita tidak akan mendapatkan pahala, sementara kalau kita berpuasa, maka disamping akan mendapatkan manfaat dari puasa tersebut, sekaligus juga akan mendapatkan pahala. Saya sendiri, meskipun belum dapat melaksanakan puasa rutin setiap minggunya, tetapi dapat merasakan betapa manfaat puasa tersebut bagi kesehatan.
Karena itu akan sangat bagus jika dalam kesempatan hari Arafah kali ini, kita berpuasa dan bahkan jika memungkinkan juga berpuasa hari Tarwiyah. Soal perbedaan waktu pelaksanaannya tidak usah kita hiraukan alias kita kesampingkan, yang terpenting ialah kita mempunyai keyakinan berdasarkan yang kita ketahui, seumpama mengikuti yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau berdasarkan perhitungan yang dapat diandalkan. Mari kita berpuasa Arafah dengan harapan semoga Tuhan akan emmberikan sesuatu yang banyak untuk kita yang menjalankannya. Amin.